Minggu, 27 September 2020

Batu Rosetta dan Bagaimana Champollion Menguak Misteri Mesir Kuno

Champollion dan peninggalan Mesir kuno. tirto.id/Sabit

Halo semua hari ini aku akan membahas sejarah dibalik ditemukannya Batu Rosetta yang sekarang disimpan di The British Museum, London.

 Suatu hari di bulan Juli 1799, sekelompok serdadu zeni tempur Angkatan Darat Revolusioner Perancis bekerja keras di bawah guyuran terik matahari. Mereka tengah merenovasi sebuah benteng rongsok di Rashid, kota pelabuhan di Mesir, di tepian barat delta sungai Nil. Benteng peninggalan pasukan Saracen ini kelak diberi nama Benteng Julien oleh orang Perancis dan akan digunakan untuk menahan serbuan pasukan gabungan Britania-Ottoman yang akan mendarat di delta sungai itu.

Parit-parit pun digali dan fondasi benteng diperkokoh hingga kapak beliung salah satu serdadu menghantam lempengan batu hitam di dasarnya. Pierre-François Bouchard, perwira yang bertugas saat itu, memerintahkan serdadunya untuk memisahkan batu hitam itu dari fondasi batu-batu berpasir lain untuk diperiksa lebih jauh.

Ketika batu itu berhasil dikeluarkan dari fondasi benteng, Bouchard segera mengirim kabar kepada komandannya, Kolonel d'Hautpoul. Batu hitam seberat 762 kilogram itu rupanya bukan batu sembarang batu. Batu itu merekam sebuah peradaban kuno. Lidah orang Perancis menyebut batu itu dengan nama 'Rosette', sesuai dengan lokasi penemuannya di kota Rashid.


Adu Ilmu Para Sarjana: Young vs. Champollion

Pada 1801 Fort Julien tak sanggup menahan gempuran pasukan gabungan dan Perancis mesti takluk. Bukan hanya takluk, tapi seluruh harta karun berupa artefak kuno, termasuk batu Rosetta yang berhasil ditemukan Bouchard, juga mesti berpindah tangan. Batu itu dibawa menuju Portsmouth dengan sebuah kapal untuk disimpan di British Museum dan hingga kini ia berada di sana.

Sejak pertama ditemukan, batu Rosetta telah menjadi magnet para sarjana sejarah dan para ahli kebudayaan Mesir untuk diteliti sekaligus diurai teksnya guna membuka tabir misteri peradaban Mesir kuno.

Batu Rosetta ditulis dalam dua bahasa—Mesir dan Yunani—dan menggunakan tiga skrip, yakni hieroglif, Demotik, serta Yunani. Skrip hieroglif biasa digunakan untuk menulis dokumen-dokumen penting atau naskah keagamaan. Sementara skrip demotik adalah skrip yang biasa digunakan orang-orang awam dan rakyat jelata. Sedangkan skrip Yunani biasa dipakai para elite pada rezim yang berkuasa.

Tiga skrip ini dipakai agar Batu Rosetta bisa dibaca semua kalangan. Batu Rosetta dibikin oleh sekelompok pendeta di Mesir untuk menghormati Firaun dan mengisahkan semua kebaikan yang telah dilakukan Firaun untuk para pendeta dan orang-orang Mesir. Keseluruhan teksnya bisa dibaca di sini.

Usaha-usaha untuk membuka tabir pengetahuan yang termuat di batu inipun melahirkan sebuah persaingan seru yang tercatat sejarah, yakni antara Thomas Young dan Jean-François Champollion.

Thomas Young adalah seorang polymath asal Inggris. Ia adalah orang yang pertama kali menjajal usaha untuk menguraikan teks hieroglif Mesir yang tertulis di Batu Rosetta. Ia telah mengerjakan usaha itu selama beberapa bulan dan kurang sukses. Young, yang waktu itu bekerja sebagai sekretaris di Royal Society, menyadari ia mendapat pesaing tangguh dari Perancis bernama Jean-François Champollion.
 
Champollion adalah ahli kebudayaan Mesir kuno yang punya minat dan kemampuan istimewa dalam studi hieroglif Mesir. Pada 1814 ia menulis surat ke Royal Society berisi permintaan salinan transkripsi yang lebih baik dari Batu Rosetta agar dapat menguraikan skrip yang tertulis di batu itu. Menurut Young, ada hawa songong yang ikut terbawa dalam surat itu dan ini membikin ia jadi kesal.

Dan persaingan pun dimulai.

Young mengerjakan salinan prasasti Batu Rosetta selama lima tahun, dari 1814 hingga 1819, sebelum akhirnya menyerah, atau lebih tepatnya mengalihkan minat pada kajian lain. Dalam rentang waktu pengerjaan itu, yang ia sebut sebagai kegiatan pengisi waktu luang, Young telah menyumbangkan temuan penting soal cartouche.

Cartouche adalah simbol berbentuk oval dengan beberapa tanda di dalamnya yang kerap muncul di skrip hieroglif. Young menyimpulkan bahwa cartouche digunakan untuk menunjukkan gelar kerajaan. Kemudian ia mencocokkan salah satu cartouche dengan nama 'Ptolemeus' dalam teks Yunani dan mengidentifikasi sifat fonetik dari beberapa tanda hieroglif itu.
 
Temuan Young tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Champollion. Pesaing Young itu, yang juga fasih berbahasa Koptik, berhasil mengidentifikasi beberapa tanda hieroglif fonetik yang digunakan dalam nama kerajaan seperti 'Cleopatra' dan 'Ptolemeus'. Dia kemudian menerapkan tanda-tanda pada nama-nama di cartouche yang ditemukan di Batu Rosetta dan di batu lain, lalu menggunakan penemuan dari setiap terjemahan baru itu untuk mengisi celah pada terjemahan lainnya.

Teknik referensi silang ini memungkinkan Champollion mengembangkan alfabet hieroglif dan momen eureka itu datang pada September 1822.

Champollion menyadari bahwa ejaan hieroglif 'Ramses'—sebuah nama tradisional Mesir—dibuat dari simbol-simbol yang semuanya berhubungan dengan suara yang diucapkan. Dengan menerapkan simbol fonetik serupa ke kata-kata lain di Batu Rosetta yang tidak dimasukkan dalam cartouche, Champollion membuat kesimpulan: alih-alih naskah simbolis murni, naskah hieroglif juga berisi simbol konseptual dan tanda fonetik. Bergantung pada konteksnya, simbol dalam skrip dapat mewakili keseluruhan kata dan frasa yang sesuai dengan bunyi bahasa lisan.

Konon, Champollion langsung semaput begitu ia menyimpulkan itu.
 
Seminggu setelah Champollion bertemu momen eurekanya, ia menerbitkan hasil temuannya dalam sebuah surat berjudul "Lettre à M. Dacier", yang ditujukan kepada Bon-Joseph Dacier, sekretaris Paris Académie des Inscriptions et Belles-Lettres. Surat itu ia bacakan langsung di Paris Académie des Inscriptions et Belles-Lettres di depan para sivitas akademik, termasuk rivalnya, Thomas Young, pada 27 September 1822, tepat hari ini 198 tahun lalu.

Hingga akhir hayatnya pada 1832, Jean-François Champollion tidak pernah melihat langsung wujud batu Rosetta. Sebuah ironi yang mengharukan. 
 
Infografik Mozaik Batu Rosetta
 
Sumber : https://tirto.id/batu-rosetta-dan-bagaimana-champollion-menguak-misteri-mesir-kuno-f5eU
 
Bonus : 
contoh paragraf dalam Batu Rosetta 

1. On the twenty-fourth day of the month GORPIAIOS 2, which correspondeth to the twenty-fourth day of the fourth month of the season PERT 3 of the inhabitants of TA-MERT (EGYPT), in the twenty-third year of the reign of HORUS-RA the CHILD, who hath risen as King upon the throne of his father, the lord of the shrines of NEKHEBET 4 and UATCHET, 5 the mighty one of two-fold strength, the stablisher of the Two Lands, the beautifier of

2. Egypt, whose heart is perfect (or benevolent) towards the gods, the HORUS of Gold, who maketh perfect the life of the hamentet beings, the lord of the thirty-year festivals like PTAḤ, the sovereign prince like RĀ, the King of the South and North, Neterui-merui-ȧtui-ȧuā-setep-en-Ptaḥ-usr-ka-Rā-ānkh-sekhem-Ȧmen 6, the Son of the Sun Ptolemy, the ever-living,

the beloved of Ptaḥ, the god who maketh himself manifest.

3. the son of PTOLEMY and ARSINOË, the Father-loving gods; when PTOLEMY, the son of PYRRHIDES, was priest of ALEXANDER, and of the Saviour-Gods, and of the Brother-loving Gods, and of the Beneficent Gods,

4. and of the Father-loving Gods, and of the God who maketh himself manifest; when DEMETRIA, the daughter of Telemachus, was bearer of the

5. prize of victory of BERENICE, the Beneficent Goddess; and when ARSINOË, the daughter of CADMUS, was the Basket Bearer of ARSINOË, the Brother-loving Goddess;

6. when IRENE, the daughter of PTOLEMY, was the Priestess of ARSINOË, the Father-loving Goddess; on this day the superintendents of the temples, and the servants of the god, and those who are over the secret things of the god, and the libationers [who] go into the most holy place to array the gods in then apparel,

7. and the scribes of the holy writings, and the sages of the Double House of Life, and the other libationers [who] had come from the sanctuaries of the South and the North to MEMPHIS, on the day of the festival, whereon

S. His Majesty, the King of the South and North PTOLEMY, the ever-living, the beloved of Ptaḥ, the god who maketh himself manifest, the lord of beauties, received the sovereignty from his father,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar